Investigasi: Menguak Dalang di Balik ‘Fatwa Murtad’ Tiga Ulama Senior LDII
Sebuah tabir kontroversi yang menyelimuti sejarah internal Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) perlahan tersibak. Isu pemecatan dan label ‘murtad’ yang melekat pada tiga tokoh ulama bergelar Lc Kholil Bustomi, Aziz Ridwan, dan Abdullah Mas'ud kini dipertanyakan validitasnya menyusul temuan bukti arsip rekaman diskusi yang mematahkan narasi resmi organisasi.
Oleh: Tim Redaksi Caraka
Friksi di tubuh organisasi bermula ketika khazanah keilmuan yang dibawa oleh tiga ulama muda tersebut dinilai berseberangan dengan pakem tradisional yang diwariskan sejak masa KH. Nurhasan Al Ubaidah Lubis. Perbedaan pandangan akademis ini memicu gelombang kontroversi, menempatkan ketiga tokoh tersebut dalam posisi yang dipandang sebelah mata, hingga akhirnya dinyatakan keluar dari jalur keormasan (murtad).
Namun, sebuah penelusuran mendalam terhadap arsip rekaman diskusi antara ketiga ulama tersebut dengan Ulil Amri (Sesepuh Ponpes Wali Barokah) mengungkapkan fakta yang mengejutkan: Pucuk pimpinan tertinggi ternyata tidak pernah mengeluarkan fatwa pengusiran.
Sikap Moderat Sang Ulil Amri
Berdasarkan data arsip rekaman yang menjadi rujukan, sikap Ulil Amri/Sesepuh Ponpes Wali Barokah saat itu justru menunjukkan pendekatan yang merangkul, bukan memukul. Dalam rekaman tersebut, tidak ditemukan satu kalimat pun yang bernada fatwa pengusiran, apalagi vonis murtad.
Sang Sesepuh hanya memberikan batasan wilayah dakwah dengan kalimat yang paternalistik namun tegas:
"Awakmu oleh ngajar tapi ojo ngajar neng jamaah-Ku (Kamu boleh mengajar/memberi kajian di manapun berada, tetapi jangan mengajak santri-Ku atau jamaah-Ku)."
Pernyataan ini menegaskan bahwa Ulil Amri memberikan izin bagi ketiganya untuk tetap berdakwah di luar lingkaran warga LDII, tanpa mencabut status keislaman atau melabeli mereka sebagai musuh.
Pembajakan Otoritas: Siapa Dalang Sebenarnya?
Jika Ulil Amri tidak pernah mengeluarkan fatwa, lantas dari mana datangnya "Maklumat Murtad" yang disebarluaskan secara masif tersebut?
Jejak digital dan kesaksian internal mengarah pada manuver radikal yang diduga dilakukan oleh Tim Gus Lukman Hakim bersama oknum Wakil 4 dan Tim 7. Kelompok inilah yang ditengarai "membajak" otoritas hukum organisasi. Tanpa dasar perintah yang sah dari Sesepuh Ponpes Wali Barokah, mereka mengambil langkah sepihak memvonis ketiga ulama tersebut telah keluar dari keormasan Islam LDII.
Narasi pengusiran ini kemudian dikemas seolah-olah memiliki legitimasi hukum pusat. Dengan metode yang terstruktur, keputusan sepihak ini disebarluaskan melalui notulen bulanan, instruksi berjenjang dari DPD hingga DPC, serta pemanfaatan jaringan Sentral Komunikasi (Senkom).
"Mereka seolah-olah memiliki kuasa dalam hukum, sejatinya tidak berhak. Dengan cara radikalisme diumumkan bahwa tiga orang tersebut sudah bukan Tokoh Ulama LDII," ungkap sebuah sumber yang dekat dengan lingkaran arsip tersebut.
Budaya "Maklumat" yang Merajalela
Dampak dari manuver Tim Gus Lukman Hakim dan oknum Wakil 4 ini menciptakan preseden buruk yang bertahan hingga kini. Organisasi seakan terjebak dalam budaya "gampang mem-fatwa". Setiap kali muncul perbedaan pendapat yang tidak sejalan dengan kelompok kepentingan ini, mekanisme maklumat langsung dijalankan.
Penyebaran informasi melalui pesan berantai WhatsApp dan jaringan komunikasi internal membuat maklumat-maklumat tersebut sampai ke level kelompok (akar rumput) dalam hitungan detik. Ironisnya, hal ini seringkali terjadi tanpa sepengetahuan Sesepuh Ponpes Wali Barokah.
Akibatnya, kebingungan melanda para korban mulai dari mubaligh, pengurus, hingga Kyai Daerah dan Kyai Kelompok. Mereka hidup dalam persepsi yang keliru, mengira bahwa segala keputusan keras tersebut berasal dari instruksi Ulil Amri. Padahal, sang pemimpin tertinggi justru seringkali tidak mengetahui adanya maklumat yang mengatasnamakan otoritasnya.
Temuan ini menjadi autokritik tajam bagi internal organisasi, sekaligus membersihkan nama Ulil Amri dari tuduhan otoritarianisme yang selama ini, secara tidak sadar, dilekatkan akibat ulah oknum di lingkaran kedua kekuasaan.


0 Comments